Senin, 08 Februari 2010

pembiayaan

perbankan syariah


D
I
S
U
S
U
N
OLEH:


ABDUL KADIR
HASFIN ARIFIANTO HRP
ARMAN SYAHDU MUNTE
WINARTO
KHAIRUNNIJAM
M. DTM. FADLI
NUR AINUN
NUR AMINAH NST




PAKULTAS SYARIAH
MENEJEMEN PERBANKAN DAN KEUANGAN SYARIAH
( D III )



















1. pembiayaan bagi hasil


Pembiayaan bagi hasil adalah esensi pembiayaan bank syari’ah apa lagi pembiayaan bagi hasil merupakan implementasi dari prinsip keadilan, persamaan, dan transparansi dalam ekonomi syari’ah. Bahkan dalam bank syari’ah sendiri sebenarnya lekat dengan sebutan bank bagi hasil

Skema pembiayaan bagi hasil yang populer di terapkan perbankan syari’ah di indonesia adalah mudorobah dan musarakah. Pada sistem mudorobah bank syari’ah menjadi penyedia seluruh modal ( 100%), sementara debitor yang menjalankan proyek atau usuha.

Pada sistem musyarakah ( project pinancing participation ), bank syari’ah dan debitor saling berpartisipasi atau shering modal. Sayangnya, meskipun pembiayaan bagi hasil merupakan pembiayaan primer pada bank syariah, porsi pembiayaan ini masih kalah di bandingkan dengan pembiayaaan berdasarkan skema jual-beli atau murabahah. Statistik perbankan syari’ah bank Indonesia mencatat total pembiayaan perbankan syari’ah mencapai Rp.44,5 Triliun di mana porsi pembiayaan musyarakah mencapai Rp.6,5 Triliun atau 14,6% dari total pembiayaan bank syari’ah.

Sedangkan pembiayaan mudharabah hanya sebesar Rp.10,1 Triliun atau 22,7%. Bandingkan dengan pembiayaan mudharabah yang mencapai Rp.25,1 Triliun atau porsinya sebesar 56,4%.

2. Problemmatika
Alasan masih rendahnya pembiayaan bagi hasil adalah karena perbankan syari’ah masih memandang pembiayaan jenis ini mengandung resiko dan ketidakpastian yang cukup tinggi resiko yang paling sering di takuti bank syari’ah pada pembiayaan ini yaitu resiko pendapatan tidak pasti bahkan bisa tidak memperoleh pendapatan sama sekali dan resiko kehilangan pokok pembiayaan apabila usaha debitor rugi

Jika kerugian karena business risk, maka pembagian kerugian berdasarkan porsi modal masing-masing pihak. Tapi pada skema modharabah, karena porsi modal bank syari’ah 100%, maka bank syari’ah yang menanggung kerugian secara finansial. Sedangkan jika kerugian diakibatkan kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan debitor maka kerugian ditanggung oleh debitor. Tapi pada intinya, jika usaha atau proyek mengalami kerugian berarti bank syari’ah mengalami juga, karena tidak ada hasil yang di bagikan.
Tingginya resiko tersebut membuat bank syari’ah mengalami aversion to effort artinya bank syari’ah masih bersikap tidak mau repot atau melakukan hal-hal ekstra.misalnya mendampingi pengusaha karena biaya monitoring yang tinggi dan eversions to risk yaitu bank syariah masih bersikap menghindar dari resiko rinkage.
• Rinkage program
Sebagai lembaga keuangan yang berjalan diatas rel syari’ah mau tidak mau bank syari’ah harus meningkatkan pembiayaan bagi hasil.nah.salah satu strategi yang harus dilakukan bank syari’ah untuk meningkatkan pembiayaan bagi hasil adalah melakukan linkage program.Linkage program adalah program pembiayaan yang bersifat kemitraan,jadi.bank syari’ah mengelurkan pembiayaan kesektor riil secara tidak langsung.pembiayaan ini disalurkan lewat agen atau perusahaan mitra (istilahnya two steps financing).perusahaan mitra yang menjadi partner bank syari’ah bisa berupa bank pembiayaan rakyat syari’ah (BPRS).
Lembaga keuangan mikro syariah seperti koprasai jasa keuangan syari’ah atau(KJKS), unit jasa keuangan syari’ah (UJKS) koperasi pesantren (Kopontren) dan baitul mal wat tamwil (BMT) bank syari’ah juga bisa melakukan linkage program dengan lembaga non keuangan seperti prusahaan perkebunan inti plasme atau perusahaan pranchise.
Penerapan linkage program menggunakan tiga program pembiayaan executing, channeling, dan joint pinancing. Pada pola executing, bank syari’ah memberikan pembiayaan kepada perusahaan mitra dimana kemudian perusahaan mitra meneruskan kepada nasabah sebagai and user,sehingga perusahaan mitra tercatat sebagai debitor bank syari’ah sedangkan pembiayaan kepada and user tercatat sebagai eksposur pembiayaan perusahaan mitra.
Sedangkan pada pola channeling bank syari’ah memberikan pembiayaan secara langsung kepada nasabah sebagai and user melalui perusahaan mitra yang bertindak sebagai agen,pembiayaan kepada and user adalah eksposur pembiayaan bank syari’ah .terakhir pola joint financing adalah pembiayaan bersama dimana sumber dananya merupakan sharing antara bank syariah dengan perusahaan mitra.
Untuk skema yang digunakan,bank pola executing,bank syari’ah memberikan pembiayaan kapada perusahaan mitra menggunakan skema bagi hasil,lalu perusahaan meneruskan kepada and user,berupa pembiayan bagi hasil maupun non bagi hasil.
Pada pola channeling karena pembiayaan bank syari’ah mengalir langsung ke and user skema yang digunakan kebanyakan murabahah.sedangkan pada pola joint financing bank syari’ah bisa menggunakan pola musyarakah.
Resiko pembiayaan pada pola axecuting,resiko pembiayaan kepada and user berada dipihak perusahaan mitra sedangkan bank syari’ah menanggung resiko kepada perusahaan mitra.Pada pola channelingresiko pembiayaan ditanggung oleh bank syari’ah sedangkan perusahaan mitra tidak menanggung resiko pembiayaan karena hanya sebagai agen,tetapi perusahaan mitra tentu menanggung resiko reputasi.terakhir pada pola joint financing kedua belah pihak,bank syari’ah dan perusahaan mitra menanggung resiko pembiayaan secara proporsional.
Jadi,meskipunbank syari’ah ikut menanggung resiko pembiayaan tetapi setidaknya resikonya lebih ringan dari pada memberikan pembiayaan bagi hasil langsung kepada debitor.Mitigasi resiko juga lebih baik karena perusahaan mitra juga melakukan monitor terhadap and user.sehingga pengawasan debitor lebih intensif. apalagi perusahaan mitra seperti BPRS dan LKMS berperan sebagai society local institution oleh karena itu bank syari’ah perlu meningkatkan linkage program untuk meningkatkan bagi hasil.apalagi program tidak hanya untuk meningkatkan porsi pembiayaan bagi hasil tetapi juga akan juga meningkatkan penetrasi dan diversifikasi pembiayaan bank syari’ah disektor UMKM dan consumer financing.
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu memberikan fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi pihak-pihak yang merupakan defisit unit.menurut sifat penggunaannya pembiayaan dapat dibagi menjadi :
a. pembiayaan produktif yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas,yaitu untuk meningkatkan usaha,baik usaha produksi,perdagangan,maupun investasi
b. pembiayaan konsumtif,yaitu pembiayaan yang digunakan untuk kebutuhan konsumsi,yang akan habis untuk dipakai memenuhi kebutuhan.
Menurut keperluannya pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi :
1. pembiayaan modal kerja,yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan,peningkatan produksi,baik secara kuantatif,yaitu jumlah hasil produksi,maupun secara kualitatif,yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi,untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.
2. pembiayaan investasi,yaitu untuk memenuhi kebutuhen barang-barang modal (capital goods)serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.

3. Pembiayaan modal kerja
Unsur-unsur modal kerja terdiri dari komponen-komponen alat likuid (cash),piutang dagang,yang umumnya terdiri dari persediaan bahan baku.persediaan dalam proses dan persediaan barang jadi.oleh karena itu,pembiayaan modal kerja merupakan salah satu dari kombinasi dari pembiayaan likuiiditas.
Sedangkan dalam bank konvensional dengan memberikan kredit modal kerja tersebut dengan cara memberikan pinjaman sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendanai seluruh kebutuhan yang merupakan kombinasi dari komponen-komponen modal kerja tersebut,baik untuk keperluan produksi maupun perdagangan untuk jangka waktu tertentu,dengan imbalan berupa bunga.
Bank syariah dapat membantu memenuhi seluruh kebutuhan modal kerja tersebut,bukan dengan meminjamkan uang,melainkan dengan menjalin hubungan partnership dengan nasabah,dimana bank bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal) sedangkan nasabah sebagai pengusaha (mudharib),skema pembiayaan semacam ini disebut dengan mudharabah.fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu,sedangkan bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah yang disepakati. setelah jatuh tempo,nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil (yang belum dibagikan) yang menjdi bagian bank.
4. Pembiayaan likuiditas
Pembiayaan ini pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan yang timbul akibat terjadinya ketidaksesuaian antara cash inflow dan cash outflow pada perusahaan nasabah.fasilitas yang diberikan oleh bank konvensional biasanya fasilitas cerukan atau yang biasa disebut rekening koran.atas pemberian fasilitas ini bank memperoleh imbalan manfaat berupa bunga atas jumlah rata-rata pemakaian dana yang disediakan dalam fasilitas tersebut.
Sedangkan dalam bank syariah menggunakan fasilitas semacam itu dalam bentuk Qardh timbal balik atau yang disebut compensating balance.melalui fasilitas ini nasabah harus membuka rekening giro,dan bank tidak memberikan bonus atas giro tersebut.bila nasabah mengalami mismatched nasabah dapat menarik dana melebihi saldo yang tersedia sehingga menjadi negatif sampai maksimum jumlah yang disepakati dalam akad.Atas fasilitas ini,bank tidak dibenarkan meminta imbalan apapun,kecuali sebatas biaya administrasi pengelolaan fasilitas tersebut.

5. Pembiayaan piutang
Kebutuhan pembiayaan ini timbul pada perusahaan yang menjual barang dengan kredit,tetapi jumlah jangka waktu melebihi kapasitas modal kerja yang dimiliki oleh bank konvensional.sedangkan dalam bank syari’ah untuk khasus pembiayaan piutang dapat dilakukan dalam bentuk al qardh dimana bank tidak boleh meminta imbalan,kecuali biaya administrasi.untuk khasus anjak piutang bank dapat memberikan fasilitas pengambil alihan piutang yaitu yang disebut dengan hiwalah.tetapi untuk fasilitas inipun bank tidak dibenarkan meminta imbalan kecuali biaya layanan atau biaya administrasi dan biaya penagihan.dengan demikian bank syariah meminjamkan uang (qardh) sebesar piutang yang tertera dalam dokumen piutang (wesel tagih atau promes)yang diserahkan kepada bank tanpa potongan.hal itu adalah bila ternyata pada saat jatuh tempo hasil tagihan itu digunakan untuk melunasi hutang nasabah kepada bank.tetapi bila ternyata piutang tersebut tidak ditagih,maka nasabah harus membayar kembali hutangnya itu kepada bank.Selain itu,sebagian ulama memberikan jalan keluar berupa pembelian surat hutang (bai’al dayn),tetapi sebagian ulama melarangnya.

6. Pembiayaan persediaan
Bank syari’ah mempunyai mekanisme sendiri untuk memenuhi persediaan tersebut,yaitu dengan menggunakan prinsip jual-beli dalan dua tahap.tahap pertama bank mengadakan (membeli dari suplier secara tunai) barang-barang yang dibutuhkan oleh nasabah.tahap kedua,bank nenjual kepada nasabah pembeli dengan pembayaran tangguh dan dengan mengambil keuntungan yang disepakati bersama,antara bank dengan nasabah.ada beberapa skema jual-beli yang digunakan untuk memperoleh kebutuhan tersebut yaitu :
1. bai’al murabahah
pembiayaan persediaan dalam usaha produksi terdiri dari biaya pengadaan bahan baku dan penolong.melalui proses produksi,bahan baku tersebut akan menjadi barang setengah jadi,kemudian menjadi barang jadi yang siap untuk dijual.bila barang jadi itu dijual dengan kredit,ia berubah menjadi piutang,dan melalui proses collection akan berubah menjadi kas kembali.Pembiayaan ini juga dapat diberikan kepada nasabah yang hanya membutuhkan dana untuk pengadaan bahan baku dan bahan penolong.sementara itu,biaya proses produksi dan penjualan,seperti upah tenaga kerja,biaya pengepakan,biaya diistribusi,serta biaya-biaya lainnya dapat ditutup dalam jangka waktu sesuai dengan lamanya perputaran modal kerja tersebut,yaitu dari persediaan bahan baku,sampai terjualnya hasil produksi,dan hasil penjualan diterima dalam bentuk tunai.
2. bai’al istishna
bila nasabah juga membutuhkan pembiayaan untuk proses produksi sampai menghasilkan barang jadi,bank dapat memnerikan fasilitas bai’al istishna,melalui proses ini bank melakukan pemesanan barang dengan harga yang disepakati kedua belah pihak (biasanya sebesar biaya produksi ditambah keuntungan bagi produsen,tetapi lebih rendah dari harga jual)dan dengan pembayaran dimuka secara bertahap,sesuai bengan tahap-tahap proses produksi.setiap selesai satu tahap bank meneliti spesifikasi dan kualitas dalam proses kerja tersebut,kemudian untuk proses tahap berikutnya,sampai tahap akhir dari proses produksi sehingga bahan berupa bahan jadi,dengan demikian kewajiban dan tanggung jawab pengusaha adalah keberhasilan proses produksi tersebut sampai menghasilkan barang jadi sesuai dengan kuantitas dan kualitas yang telah diperjanjikan.bila produksi gagal pengusaha berkewajiban menggantinya dengan cara memproduksi lagi atau menbeli dari pihak lain.

3. bai’as salam
untuk produksi yang prosesnya tidak dapat diikuti,seperti produksi pertanian,bank dapat memberikan fasilitas ini,melalui fasilitas ini bank melakukan pemesanan barang kepada nasabah dengan pembayaran di muka secara sekaligus,dan nasabah berkewajibann mendeliver barang tersebut pada tanggal yang telah disepakati dalam kontrak.pada waktu yang bersamaan bank dapat mencari pembeli atas produk tersebut.kombinasi ini disebut salam paralel.bila produksi itu dilakukan secara terus menerus dan perputaran modal kerja tersebut telah sedemikian secepatnya sehingga perusahaan membutuhkan pembiayaan modal kerja secara evergreen,maka skema pembiayaan paling tepat adalah al mudharabah.
4.Pembiayaan mudharabah
Adalah pembiayaan dimana seluruh modal kerja yang dibutuhkan nasabah ditanggung oleh bank.
a. pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif
b. dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100% kebutuhan proyek (usaha) sedangkan nasabah bertindak sebagai mudharib (pengelola usaha)
c. jangka waktu usaha,tata cara pengembalian dana dan pembagian keuntungan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS) atau pengusaha
d. mudharib boleh melakukan berbagai usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah,dan LKS tidak ikut serta dalam manajemen usaha tapi LKS mempunyai hak untuk melakukan pembinaan
Rukun dan syarat pembiayaan
a. shaibul maal
b. Ijab dan qabul
Ijab dan qabul mengadakan kontrak dengan beberapa hal
a. penawaran dan pengiriman harus secara eksplisit
b. penerimaan dan peenawaran dilakukan saat kontak
c. akad dituangkan secara tertulis.

5. Pembiayaan musyarakah
Pembiayaan musyarakah dan resikonya berdasarkan kasus-kasus yang terjadi pada bank pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh pihak untuk menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak atau akad dengan memperhatikan hal-hal berikut ini :
a. penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukan tujuan kontrak
b. penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak
c. akad dituangkan secara tertulis atau dengan komunikasi
Rukun pembiayaan musyarakah
a. harus kompeten
b. setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan dan setiap mitra memperkerjakan sebagai wakil
c. setiap mitra mempunyai hak mengatur aset musyarakah
d. setiap mitra memberi wewenang untuk mengelola aset dan melakukan aktivitas dalam akad musyarakah
e. seorang mitra tidak diijinkan untuk mengalirkan dana untuk kk atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya.

7. pembiayaan modal kerja untuk perdagangan
Dalam bank syariah mekanisme menggunakan skema al wakalah,al musyarakah,al mudharabah.ataupun al murrabahah.dalam hal alwakalah bank syari’ah hanya memperoleh pendapatan berupa fee atas jasa yang diberikannya.

8. Pembiayaan investasi
Pembiayaan investasi diberikan kepada para nasabah untuk keperluan investasi,yaitu keperluan penambahan modal guna mengadakan rehabilitasi,perluasan usaha ataupun pendirian proyek baru.
Ciri-ciri pembiayaan investasi adalah :
1. untuk mengadakan barang-barang modal
2. mempunyai perencanaan alokasi dana yang matang dan terarah
3. berjangka waktu menengah dan panjang

pada umumnya pembiayaan investasi diberikan dalam jumlah besar dan pengendapannya cukup lama .oleh karena itu,perlu disusun proyeksi arus kas yang mencakup semua komponen biaya dan pendapatan sehingga akan dapat diketahui berapa dana yang tersedia setelah semua terpenuhi.kemudian penyusunan jadwal amortisasi yang merupakan angsuran pembiayaan.(pembayaran kembali)
untuk pembiayaan investasi bank syari’ah menggunakan skema musyarakah mutanaqishah.dalam hal ini bank memberikan pembiayaan dengan prinsip penyertaan,dan secara bertahap bank melepaskan penyertaannya,dan pemilik perusahaan akan mengambil alih kembali,baik dengan menggunakan surplus cash flow yang tercipta maupun dengan menambah modal,baik yang berasal dari setoran pemegang saham yang ada ataupun dengan mengundang pemegang saham yang baru.
Skema lain dapat digunakan bank syari’ah adalah al ijarah almuntahia bittamlik,yaitu menyewakan barang modal dengan opsi diakhiri dengan pemilikan. sumber untuk pembayaran sewa ini adalah amortisasi atas barang modal yang bersangkutan,surplus dan sumber-sumber lain yang dapat diperoleh perusahaan.

9. Pembiayaan konsumtif
Bank syari’ah dapat menggunakan pembiayaan komersil untuk memenuhi barang konsumsi dengan menggunakan skema :
1. al bai’ bitsaman ajil (salah satu bentuk murabahah)atau jual-beli dengan angsuran
2. al ijarah al muntahia bit tamlik atau sewa beli
3. al musyarakah mutanaqhishah,dimana secara bertahap bank menurunkan jumlah partisipasinya
4. ar rahn untuk memenuhi kebutuhan jasa

kebutuhan konsumsi tersebut diatas lazim untuk pemenuhan kebutuhan sekunder.sedangkan kebutuhan primer tidak dapat dipenuhi dengan pembiayaan komersil.seseorang yang belum mampu memenuhi kebutuhan pokoknya tergolong fakir atau miskin oleh karenaitu ia wajib diberikan zakat atau shadaqah,atau minimal diberikan pinjaman kebajikan yaitu pinjaman dengan kewajiban pengembalian pinjaman pokoknya saja,tanpa imbalan apapun.

10. Pengertian pembiayaan jangka panjang
Menurut dari pemaka ketahui pembiayaan jangka panjang adalah pembiayaan yang memiliki waktu Yang cukup panjang dimana 1 tahun keatas, adapun pembiayaan yang memilikiwaktu kurang dari 1 tahun yaitu disebut pembiayaan jangka pendek.
Adpun contoh dari pembiayaan jangka panjang adalah pembuata jembatan layang yang memiliki waktu lebih dari satu tahun, dan biasanya dalam pencairan atau pemberian dana pembiayaan jangka panjang tidak sekligus melainkan perlahan – lahan atau mencicil